UU Cipta Kerja jadi senjata Sri Mulyani untuk mencegah penghindaran pajak


Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan upaya penghindaran pajak dapat dicegat melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Sebab, beleid sapu jagad untuk investasi itu juga mengandung klausul perpajakan.

Dalam hal perpajakan, UU Cipta Kerja mengatur ulang sanksi administrasi pajak sebagaimana dalam UU Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). 

Dalam klaster perpajakan UU Cipta Kerja, pemerintah telah mengatur sanksi administrasi pajak jadi lebih fleksibel. Sebelumnya sanksi bunga atas denda administrasi yang ditetapkan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak sebesar 2%.

Nah, UU Cipta Kerja pemerintah menetapkan sanksi administrasi perpajakan per bulan yakni dengan memperhitungkan tingkat suku bunga acuan ditambah persentase tertentu dan dibagi dua belas. 

Secara rinci, aturan tersebut setidaknya berlaku bagi dua jenis sanksi administrasi perpajakan. Pertama, sanksi bunga atas kurang bayar pajak karena penetapan Surat Ketetapan Pajak (SKP) punya formula suku bunga ditambah 10% dibagi dua belas. 

Kedua, sanksi bunga atas kekurangan bayar karena pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) dan SPT masa. Dalam UU itu besaran tarif sanksi per bulan dihitung dari kalkulasi suku bunga acuan ditambah 5% dibagi dua belas. 

“Sehingga dengan aturan ini bisa menimbulkan sifat dari pengusaha yang bisa lebih koopratif dan produktif. Tidak ada pengusaha yang menggunakan ihktiarnya untuk mengakal-akali menghindari pajak,” kata Menkeu dalam Seminar Serap Aspirasi Implementasi UU Cipta Kerja Bidang Perpajakan, Kamis (19/11).

Kata Menkeu, dengan aturan baru tersebut sanksi pajak lebih rasional dan lebih rendah. Sehingga, harapannya kepatuhan para wajib pajak terhadap hukum perpajakan lebih baik. Namun, pemerintah tetap menjunjung aturan dan standar sebagaimana mestinya.

Selain pengaturan saksi administrasi, dalam rumpun UU KUP di UU Cipta Kerja, pemerintah juga mengatur ulang beberapa ketentuan baru yakni, penerbitan SKPKB/SKPKP tidak melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dan/atau ekspor BKP dan/atau JKP dan telah diberikan pengembalian pajak masukan atau telah mengkreditkan pajak masukan.

Selain itu, apabila lima tahun tidak diterbitkan SKP, SPT menjadi pasti kecuali wajib pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan. Kemudian, pidana pajak yang telah diputus tidak lagi diterbitkan ketetapan pajak. 

Selanjutnya, UU Cipta Kerja juga mengatur penerbitan SPT daluwarsa lima tahun. Lalu, SPT dapat diterbitkan untuk menagih imbalan bunga yang seharusnya tidak diberikan.

Sumber:https://newssetup.kontan.co.id/

blog comments powered by Disqus