Tax Administration 3.0 di Indonesia: Tantangan Pajak Pasca-CTAS


DITJEN Pajak mengumumkan implementasi nasional coretax administration system (CTAS) akan dimulai pada 1 Juli 2024. CTAS merupakan sebuah sistem teknologi informasi yang mengintegrasikan dan mengautomasi sebanyak 21 proses bisnis inti bagi pelaksanaan tugas DJP.

Penggunaan teknologi tersebut pada akhirnya akan memperpanjangan sejarah transformasi digital perpajakan di Indonesia yang dimulai pada 2007 melalui e-SPT, 2009 melalui e-filling, 2014 melalui e-faktur, serta 2018 melalui e-bupot.

Kendati demikian, masih terdapat ruang penyempurnaan administrasi perpajakan Indonesia pasca implementasi CTAS nantinya. Ruang penyempurnaan tersebut tentu saja sesuai dengan kebutuhan wajib pajak dan tren perpajakan global.

Survei yang dilakukan oleh penulis terhadap 502 wajib pajak yang terdaftar di Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar dan Khusus mendapatkan temuan bahwa 90% wajib pajak melakukan proses rekonsiliasi fiskal masih secara manual menggunakan Microsoft Excel.

Data hasil survei tersebut menggambarkan besarnya kebutuhan wajib pajak terhadap teknologi yang mampu menjembatani antara siklus akuntansi dan perpajakan.

Selama ini, wajib pajak membuat jurnal siklus akuntansi di dalam software atau enterprise resource planning (ERP). Kemudian, wajib pajak harus menginput ulang ke dalam e-SPT atau e-form ketika hendak melaporkan pajaknya.

Minimnya automasi dalam pengisian rekonsiliasi fiskal berpotensi menurunkan akurasi dalam penyusunan SPT (IRAS, 2023). OECD (2022) dan ADB (2023) sepakat adanya kebutuhan untuk menjadikan natural system wajib pajak sebagai pusat pengembangan administrasi perpajakan.

Teknologi dan proses bisnis perpajakan harus dibangun secara seamless dan terintegrasi dengan aktivitas bisnis wajib pajak yang dikenal dengan istilah tax administration 3.0. Operasionalisasi tax administration 3.0 dengan interoperabilitas antara sistem akuntansi wajib pajak dan sistem otoritas pajak melalui application programming interfaces (API).

Dalam tax administration 3.0, proses perpajakan dimulai dari aktivitas pembukuan pada sistem akuntansi atas transaksi sehari-hari yang dilakukan oleh wajib pajak. Sistem tersebut memiliki fitur perhitungan pajak dan prefiling otomatis ke Surat Pemberitahuan (SPT) pajak.

Melalui interaksi machine to machine, otoritas pajak memiliki akses real-time untuk melakukan validasi. Adapun validasi tersebut dilakukan dengan data matching dan pengolahan data melalui predective modelling.

Proses pemeriksaan pajak seluruhnya dilakukan secara elektronik tanpa perlu tahapan peminjaman dokumen tambahan. Hal ini akan meningkatkan audit coverage ratio (ACR) dan mengurangi perbedaan interprestasi peraturan.

 

Sumber : DDTCNews

blog comments powered by Disqus