Piutang Tak Tertagih Bisa Jadi Biaya ? Simak Syarat Lengkapnya


Jakarta, DDTCNews – Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih (piutang tak tertagih) dapat dikurangkan dari penghasilan  bruto dalam penghitungan penghasilan kena pajak.

Ketentuan ini tercantum dalam Pasal  ayat () huruf h Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 105/2009 s.t.d.t.d PMK 2017/2015. Namun, piutang tak tertagih tersebut dapat menjadi biaya pengurang sepanjang memenuhi syarat.

“Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat dibebankan sebagai biaya sepanjang wajib pajak telah mengakuinya sebagai biaya dalam laporan laba-rugi komersial dan telah melakukan upaya penagihan yang maksimal atau terakhir.” Bunyi penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf h UU PPh, dikutip pada Selasa (29/10/2024).

Secara lebih terperinci, merujuk Pasal 3 PMK 105/2009 s.t.d.t.d PMK 207/2015, ada 3 syarat yang harus diprnuhi agar piutang tak tertagih yang dapat dibiayakan sebagai pengurang penghasilan bruto.

Pertama, telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial. Kedua, wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang dan yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada Ditjen Pajak (DJP) dalam bentuk hard copy dan soft copy.

Daftar piutang tak tertagih yang diserahkan kepada DJP harus mencantumkan identitas debitur. Identitas debitur tersebut berupa nama, NPWP, alamat, jumlah plafon utang yang diberikan, dan jumlah piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih.

Namun, NPWP tidak perlu dicantumkan apabila piutang tak tertagih yang berasal dari plafon utang sampai dengan Rp50juta, baik yang berasal dari satu utang maupun gunggungan dari beberapa utang yang diterima dari satu kreditur.

Ketiga, piutang tak tertagih tersebut memenuhi salah satu di antara 4 kriteria sebagai berikut :

  1. Piutang tak tertagih telah diserahkan perkara penagihannya kepada pengadilan negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara. Dibuktikan dengan melampirkan fotokopi bukti penyerahan perkara penagihannya ke pengadilan negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara.
  2. Piutang tak tertagih terdapat perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur atas piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut (dibuktikan dengan melampirkan fotokopi perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang usaha yang telah dilegalisir oleh notaris).
  3. Piutang tak tertagih telah dipublikasikan dalam penerbitan umum dan khusus (dibuktikan dengan melampirkan fotokopi bukti publikasi dalam penerbitan umum atau penerbitan khusus); atau
  4. Ada pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu (dibuktikan dengan melampirkan surat yang berisi pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan yang disetujui oleh kreditur tentang penghapusan piutang untuk jumlah utang tertentu, yang disetujui oleh kreditur).

Adapun penerbitan umum adalah pemuatan pengumuman pada penerbitan surat kabar/majalah atau media massa cetak yang lazim lainnya yang berskala nasional. Sementara itu, penerbitan khusus adalah pemuatan pengumuman pada:

  1. Penerbitan Himpunan Bank-Bank Milik Negara (HIMBARA)/Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (PERBANAS);
  2. Penerbitan/pengumuman khusus Bank Indonesia; dan/atau
  3. Penerbitan yang dikeluarkan oleh asosiasi yang telah terdaftar sebagai wajib pajak dan pihak kreditur menjadi anggotanya.

Namun, persyaratan yang ketiga tidak berlaku untuk piutang tak tertagih kepada debitur kecil atau debitur lainnya. Debitur kecil berarti piutang debitur yang jumlahnya tidak melebihi Rp100 juta yang merupakan gunggungan jumlah piutang dari beberapa kredit yang diberikan oleh suatu institusi bank/lembaga pembiayaan dalam negeri sebagai akibat adanya pemberian:

  • Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra)
  • Kredit Usaha Tani (KUT)
  • Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana (KPRSS)
  • Kredit Usaha Kecil (KUK)
  • Kredit Usaha Rakyat (KUR)
  • Kredit kecil lainnya dalam rangka kebijakan perkreditan Bank Indonesia dalam mengembangkan usaha kecil dan koperasi.

 Sementara itu, piutang tak tertagih kepada debitur kecil lainnya adalah piutang debitur kecil lainnya yang jumlah tidak melebihi Rp5 juta. Nantinya, daftar piutang tak tertagih dan bukti atau dokumen pendukung pemenuhan syarat ketiga harus disampaikan bersamaan dengan penyampaian SPT.

Perlu diperhatikan, apabila setelah dibebankan ternyata piutang tak tertagih dibayar seluruhnya atau dibayar sebagian oleh debitur maka pembayaran tersebut merupakan penghasilan bagi kreditur pada tahun pajak diterimanya pembayaran.

Sumber : DDTC

blog comments powered by Disqus