Pemotongan PPh Pasal 21 terhadap WP yang Tak Punya NPWP, Ini Kata DJP


Ketentuan pemotongan PPh Pasal 21 dengan tarif yang lebih tinggi atas wajib pajak orang pribadi yang tidak ber-NPWP tetap berlaku meski tata cara penghitungan PPh Pasal 21 telah diubah melalui PP 58/2023.

Penyuluh Ahli Madya DJP Dian Anggraeni mengatakan Pasal 21 ayat (5a) UU PPh yang mengatur tarif lebih tinggi sebesar 20% masih berlaku. Namun, ketentuan ini akan disesuaikan seiring dengan implementasi NIK sebagai NPWP seperti dimaksud dalam PMK 112/2022 s.t.d.d PMK 136/2023.

"PMK 136/2023 berlaku Juli 2024. Artinya sebelum implementasi hal tersebut, apabila nyata memang pihak yang dipotong tidak ber-NPWP maka dapat diberlakukan ketentuan yang berlaku [Pasal 21 ayat (5a) UU PPh]," katanya, Senin (8/1/2024).

Dengan demikian, pemotongan PPh Pasal 21 dengan tarif 20% lebih tinggi bagi wajib pajak orang pribadi tidak ber-NPWP berlaku hingga Juni 2024. Untuk Juli 2024 dan seterusnya, ketentuan pemotongan PPh Pasal 21 akan disesuaikan dengan kebijakan penggunaan NIK sebagai NPWP.

"Ini kita masih menunggu di Juli 2024 dan menunggu kebijakan lebih lanjut bagaimana, karena ada kebijakan baru NIK sebagai NPWP," ujar Dian.

Sebagai informasi, pemerintah menerbitkan PP 58/2023 dan PMK 168/2023 guna menyederhanakan mekanisme penghitungan dan pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi mulai dari pegawai hingga nonpegawai.

PPh Pasal 21 yang dipotong atas penghasilan bruto pegawai tetap dilakukan menggunakan tarif efektif bulanan kategori A, B, dan C yang tercantum dalam Lampiran PP 58/2023.

Untuk tarif efektif harian sebesar 0% dan 0,5% digunakan untuk menghitung pemotong PPh Pasal 21 atas pegawai tidak tetap yang menerima penghasilan secara harian, mingguan, satuan, atau borongan.

 

Sumber : DDTCNews

blog comments powered by Disqus