Laporan Penempatan Harta Tambahan Yang Berada di Wilayah NKRI - BIA Tax Learning


Bapak Jhon Eddy, yth.

 

Saya merupakan seorang Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) yang berdomisili di Jakarta  dan telah mengikuti Tax Amnesti (TA) pada periode tahap kedua. Saya bergerak di bidang perdagangan spare part yang peredaran brutonya masih dibawah jumlah sebesar Rp 4,8M, sehingga dalam pelaporan pajaknya saya menggunakan tarif PPh Final 1 (satu) persen. Di dalam Surat Pernyataan Harta (SPH) yang telah saya sampaikan, saya melaporkan beberapa harta yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang diantaranya terdapat 2 (dua) harta berupa piutang sebesar Rp 500.000.000 dan uang tunai sebesar Rp 300.000.000. Atas 2 (dua) harta TA tersebut untuk piutang sebesar Rp 500.000.000 di tahun 2016 telah direalisasikan menjadi investasi dan uang tunai sebesar Rp 300.000.000 telah digunakan sebesar Rp 100.000.000 untuk keperluan pembelian mobil.

 

Berkenaan dengan hal tersebut di atas, ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan kepada Bapak, yakni sebagai berikut:

  1. Apakah saya memiliki kewajiban dalam penyampaian laporan penempatan Harta Tambahan yang berada di dalam wilayah NKRI?
  2. Kapan paling lambat penyampaian laporan penempatan Harta Tambahan yang berada di dalam wilayah NKRI tersebut harus dilaporkan?
  3. Bagaimana cara pengisian laporan penempatan Harta Tambahan yang berada di dalam wilayah NKRI tersebut?
  4. Atas harta yang telah saya TA kan tersebut, bagaimana tata cara pengisian harta di dalam lampiran SPT Tahunan PPh OP saya di tahun 2016?

 

Olivia Mirzani

PT XYZ

 

Terima kasih atas pertanyaan yang Ibu ajukan kepada kami. Sebelum kami menjawab pertanyaan yang Ibu ajukan, berikut kami sajikan rujukan-rujukan peraturan terkait, diantaranya sebagai berikut :

 

Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2016 dan Pasal 38 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor PMK – 118/PMK.03/2016 juncto PMK 141/ PMK.03/2016 Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, diatur bahwa:

Pasal 13 UU Nomor 11 Tahun 2016

(1)

Wajib Pajak atau kuasa yang ditunjuk harus menyampaikan laporan kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri mengenai:

  1. realisasi pengalihan dan investasi atas Harta tambahan yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan untuk Harta tambahan yang dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, bagi Wajib Pajak yang harus mengalihkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (6); dan/atau
  2. penempatan atas Harta tambahan yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan untuk Harta tambahan yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, bagi Wajib Pajak yang tidak dapat mengalihkan Harta ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (7).

(2)

Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri dapat menerbitkan dan mengirimkan surat peringatan setelah batas akhir periode penyampaian Surat Pernyataan dalam hal:

  1. Wajib Pajak yang menyatakan mengalihkan dan menginvestasikan Harta ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia tetapi tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (6); dan/atau
  2. Wajib Pajak yang menyatakan tidak mengalihkan Harta ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia tetapi tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (7).

(3)

Wajib Pajak harus menyampaikan tanggapan atas surat peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal kirim.

(4)

Dalam hal berdasarkan tanggapan Wajib Pajak diketahui bahwa Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (6) dan/atau Pasal 8 ayat (7), berlaku ketentuan:

  1. terhadap Harta bersih tambahan yang tercantum dalam Surat Keterangan diperlakukan sebagai penghasilan pada Tahun Pajak 2016 dan atas penghasilan dimaksud dikenai pajak dan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan
  2. Uang Tebusan yang telah dibayar oleh Wajib Pajak diperhitungkan sebagai pengurang pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf a.

Pasal 38 PMK – 118/PMK.03/2016 juncto PMK 141/ PMK.03/2016

(1)

Wajib Pajak yang telah menggunakan tarif Uang Tebusan sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 10 ayat (1) harus menyampaikan laporan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala KPP Tempat Wajib Pajak Terdaftar yang memuat:

  1. realisasi pengalihan dan investasi Harta tambahan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan; dan/atau
  2. penempatan Harta tambahan yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan.

(2)

Penyampaian laporan pengalihan dan realisasi investasi Harta tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berlaku ketentuan sebagai berikut:

  1. laporan disampaikan secara berkala setiap tahun selama 3 (tiga) tahun sejak pengalihan Harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2);
  2. laporan disampaikan paling lambat pada saat berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan; dan
  3. laporan disampaikan dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf L Peraturan Menteri Keuangan ini.

(3)

Penyampaian laporan penempatan Harta tambahan yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berlaku ketentuan sebagai berikut:

  1. laporan disampaikan secara berkala setiap tahun selama 3 (tiga) tahun sejak diterbitkan Surat Keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5);
  2. laporan disampaikan paling lambat pada saat berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan; dan
  3. laporan disampaikan dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf M Peraturan Menteri ini.
   
 
   

Surat Dirjen Pajak Nomor S-150/PJ.03/2017 Nomor 4 Perihal Penegasan Penyampaian SPT Tahunan PPh terkait Penyampaian Surat Pernyataan Harta (SPH) untuk Pengampunan Pajak

4.   Pelaporan harta dan utang dalam SPT Tahunan PPh bagi Wajib Pajak OP yang memperoleh Surat Keterangan adalah sebagai berikut:

  1. seluruh harta dan utang dalam SPH serta harta dan utang yang diperoleh pada tahun 2016, dilaporkan pada SPT Tahunan PPh Wajib Pajak OP;
  2. harta pada lampiran A1 SPH dilaporkan pada tabel “Harta pada Akhir Tahun” sebagai berikut:

      1) tahun perolehan diisi dengan tahun perolehan yang sebenarnya;

      2) ketentuan harga perolehan adalah sebagai berikut:

  1. harta berupa kas atau setara kas diisi dengan nilai nominal pada akhir Tahun Pajak;
  2. harta selain kas diisi dengan harga perolehan harta pada saat harta dimaksud diperoleh;
  1. utang pada lampiran A2 SPH dilaporkan pada tabel “Kewajiban/Utang pada Akhir Tahun” sebagai berikut:
    1. tahun peminjaman diisi dengan tahun peminjaman yang sebenarnya;
    2. jumlah diisi dengan sisa utang pada akhir Tahun Pajak yang bersangkutan yang masih harus dilunasi (termasuk utang bunga);
  2. harta pada lampiran B1,C1, dan D1 SPH dilaporkan pada tabel “Harta pada Akhir Tahun” sebagai berikut:
    1. terhadap harta pada lampiran C1 SPH yang dilakukan pengalihan ke dalam wilayah NKRI, pada SPT diisi dengan harta yang diperoleh setelah pengalihan tersebut yang diperkenankan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan;
    2. tahun perolehan diisi dengan tahun Surat Keterangan diterbitkan;
    3. ketentuan harga perolehan adalah sebagai berikut:
      1. harta berupa kas atau setara kas diisi dengan nilai nominal pada akhir Tahun Pajak. Dalam hal harta berupa kas atau setara kas dimaksud dalam bentuk mata uang selain Rupiah, nilai nominal dihitung dengan kurs pada akhir Tahun Pajak;
      2. harta selain kas diisi dengan nilai wajar harta dalam mata uang rupiah sesuai lampiran B1, C1, dan D1 SPH;
  3. utang pada lampiran B2, C2, dan D2 SPH dilaporkan pada tabel “Kewajiban/Utang pada Akhir Tahun” sebagai berikut:
  1. tahun peminjaman diisi dengan tahun Surat Keterangan diterbitkan;
  2. jumlah diisi dengan sisa utang pada akhir Tahun Pajak yang bersangkutan yang masih harus dilunasi (termasuk utang bunga)
  1. ringkasan penerapan huruf a s.d huruf e adalah sebagaimana matriks terlampir;

  1. keterangan seperti lokasi harta dan nomor dokumen pada SPH dicantumkan dalam kolom Nama Harta atau kolom Keterangan pada tabel “Harta pada Akhir Tahun”

Sehubungan dengan pertanyaan Ibu di atas, berikut ini adalah tanggapan kami :

  1. Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 13 UU Nomor 11 Tahun 2016 juncto Pasal 38 ayat (1) dan ayat (3) PMK Nomor 118 Tahun 2016 juncto PMK Nomor 141 Tahun 2016, oleh karena Ibu telah mengikuti TA dan diketahui terdapat penempatan Harta tambahan yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), maka Ibu wajib untuk menyampaikan laporan penempatan Harta tambahan yang berada di dalam wilayah NKRI.
  2. Bahwa sesuai dengan ketentuan tersebut di atas, maka laporan penempatan Harta tambahan yang berada di dalam wilayah NKRI wajib disampaikan secara berkala selama 3 tahun dan untuk penyampaian laporan penempatan Harta tambahan yang berada di dalam wilayah NKRI untuk tahun pertama paling lambat wajib disampaikan pada saat berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan OP yakni tanggal 31 Maret 2017.
  3. Bahwa sesuai dengan ketentuan tersebut di atas, untuk cara pengisian laporan penempatan Harta tambahan yang berada di dalam wilayah NKRI berdasarkan daftar aset TA yang telah Ibu laporkan dapat kami sajikan sebagai berikut:

 

  1. Bahwa atas harta yang telah Ibu TA kan tersebut maka berikut kami sajikan contoh cara pengisian atas aset TA Ibu dalam SPT Tahunan PPh OP di tahun pajak 2016 adalah sebagai berikut:

 

 Demikian disampaikan dan semoga bermanfaat. Atas perhatian dan kerjasama Ibu, kami ucapkan terima kasih.

 

Hormat kami,

Jhon Eddy

PT. Bina Indocipta Andalan

blog comments powered by Disqus